Sabtu, 08 Desember 2012

TAWASSUN

Makna dan Hakekat tawazun
Menurut ibnu faris, seorang ahli bahasa, ‘al-waznu’ adalah rangkaian huruf yg membentuk makna penyeimbangan, pelurusan (penyesuaian), dan kesungguhan (istiqomah). Sementara ‘tawazun’ bermakna memberi sesuatu akan haknya, tanpa ada penambahan atau pengurangan


Tawazun kemudian diartikan keseimbangan. Sebagaimana Allah telah menjadikan alam beserta isinya berada dalam sebuah keseimbangan (67: 3).

keseimbangan di sini bisa meliputi keseimbangan semua hal, keseimbangan antara hak dan kewajiban, keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan antara keperluan dan keinginan, keseimbangan dalam membagi waktu. Sebagai Pelajar, tugas utama kita belajar, tapi bukan berarti belajar terus yang kita lakukan, tapi bersosialisasi dengan lingkungan dan kewajiban yang lain tidak boleh kita abaikan. Sebagian Pelajar juga aktif di Rohis, tentunya kewajiban kita dakwah, tapi jangan hanya dakwah di luar rumah, halaqah atau mengikuti taklim seharian, rumah hanya sebagai tempat singgah untuk istirahat, padahal sebagai anak kita mempunyai kewajiban membantu orang tua, kasus ini sering sekali terjadi.
Begitu juga terdapat tawazun di antara dalam kehidupan di antara Waqi’e (realiti) dan Mithali (ideal atau contoh) atau suatu contoh kebaikan yang tinggi dan unggul nilai dan kedudukannya, banyak manusia yang sangat mengagumi Rasulullah, memuji-mujinya setinggi langit, namun hanya sebatas pujian yang tidak diteladani dalam kehidupan nyata, padahal sifat rasul dan para tabi'in dan tabiut adalah teladan untuk manusia.
Karena itu seharusnya kita memahami betul makna tawazun. 

Sesuai dengan fitrah Allah, manusia memiliki 3 potensi, yaitu Al-Jasad (Jasmani), Al-Aql (akal) dan Ar-Ruh (rohani) yang disebut sebagai Taqah Insaniyyah. Islam menghendaki ketiga dimensi tersebut berada dalam keadaan tawazun (seimbang). Perintah untuk menegakkan neraca keseimbangan ini dapat dilihat pada QS. 55: 7-9.

Ketiga potensi ini membutuhkan makanannya masing-masing. :

1. Jasmani.
Mu’min yang kuat itu lebih baik dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah (HR. Muslim). Kebutuhannya adalah makanan, yaitu makanan yang halaalan thayyiban (halal dan baik) [80:24, 2:168], beristiharat [78:9], kebutuhan biologis [30: 20-21] & hal-hal lain yang menjadikan jasmani kuat.

2. Akal
Yang membedakan manusia dengan hewan adalah akalya. Akal pulalah yang menjadikan manusia lebih mulia dari makhluk-makhluk lainnya. Dengan akal manusia mampu mengenal hakikat sesuatu, mencegahnya dari kejahatan dan perbuatan jelek. Membantunya dalam memanfaatkan kekayaan alam yang oleh Allah diperuntukkan baginya
supaya manusia dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifatullah fil-ardh (wakil Allah di atas bumi) [2:30, 33:72]. Kebutuhan akal adalah ilmu [3:190] untuk pemenuhan sarana kehidupannya.

3. Ruh (hati)
Kebutuhannya adalah dzikrullah [13:28, 62:9-10]. Pemenuhan kebutuhan rohani sangat penting, agar roh/jiwa tetap memiliki semangat hidup, tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut jiwa akan mati dan tidak sanggup mengemban amanah besar yang dilimpahkan kepadanya.

Dengan keseimbangan manusia dapat meraih kebahagian hakiki yang merupakan nikmat Allah. Karena pelaksanaan syariah sesuai dengan fitrahnya. Untuk skala umat, ke-tawazunan akan menempatkan umat lslam menjadi umat pertengahan/ ummatan wasathon [2:143]. Kebahagiaan itu dapat berupa:
- Kebahagiaan bathin/jiwa, dalam Bentuk ketenangan jiwa [13:28]
- Kebahagian zhahir/gerak, dalam Bentuk kestabilan, ketenangan beribadah, bekerja dan aktivitas lainnya.
Dengan menyeimbangkan dirinya maka manusia tersebut tergolong sebagai hamba yang pandai mensyukuri nikmat Allah. Dialah yang disebut manusia seutuhnya.

Contoh-contoh manusia yang tidak tawazun
• Manusia Atheis: tidak mengakui Allah, hanya bersandar pada akal (rasio sebagai dasar) .
• Manusia Materialis: mementingkan masalah jasmani / materi saja.
• Manusia Pantheis (Kebatinan): bersandar pada hati/ batinnya saja.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar